PERAN
PENDIDIKAN SEBAGAI MODAL UTAMA MEMBANGUN
KARAKTER
BANGSA
Dosen
pengampu: Dr. Warsiman, M.Pd.
MATA
KULIAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
OLEH
CAHYO
HASANUDIN
NIM
08111503
IKIP
PGRI BOJONEGORO
FAKULTAS
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
AGUSTUS
2011
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-NYA kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya
ilmiah yang berjudul “Peran Pendidikan sebagai Modal Utama Membangun
Karakter Bangsa”.
Penyusunan
karya ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mata
kuliah analisis kesalahan berbahasa pada jurusan pendidikan bahasa Indonesia,
IKIP PGRI Bojonegoro.
Dalam
penyusunan karya ilmiah ini penulis merasa mendapat banyak bantuan dari
beberapa pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1.
Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunianya;
2.
Bapak Dr. Warsiman, M.Pd. selaku sebagai
pengajar/dosen mata kuliah analisis kesalahan berbahasa yang telah mencurahkan
usahanya untuk mengajar kami;
3.
Pihak pengelola perpustakaan yang telah
menyediakan dan meminjamkan buku-buku tentang analisis kesalahan berbahasa;
4.
Pihak pengelola warnet yang telah
menyediakan waktu dan tempat untuk browsing data tentang analisis kesalahan
berbahasa;
5.
Teman-teman angkatan 2008 yang telah
berpartisipasi untuk memberikan masukan dan dukungan.
Kepada
mereka semua, hanya ungkapan terima kasih dan doa yang dapat penulis persembahkan semoga semua
yang telah mereka berikan kepada penulis sebagai ibadah yang ternilai harganya
dimata masyarakat maupun penulis sendiri.
Penulis
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bojonegoro, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... iii
BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………………… 4
A. Latar Belakang ……………………………………………………….. 4
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………. 6
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………… 6
D. Manfaat ………………………………………………………………. 6
BAB II : PEMBAHASAN ………………………………………………………… 8
A.
Deskripsin Pendidikan ……………………………………………….. 8
B. Ciri Karakter SDM …………………………………………………… 9
C. Pendidikan Karakter ………………………………………………….. 10
D. Implementasi Pendidikan
Karakter …………………………………... 11
E. Peran Pendidik dalam
Membentuk Karakter SDM …………………... 12
BAB III : PENUTUP ……………………………………………………………… 15
A. Simpulan ……………………………………………………………… 15
B. Saran ………………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang besar karena didukung oleh sejumlah fakta positif
yaitu posisi geopolitik yang sangat strategis, kekayaan alam dan keanekaragaman
hayati, kemajemukan sosial budaya, dan jumlah penduduk yang besar. Oleh karena
itu, bangsa Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi bangsa
yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Namun demikian, untuk
mewujudkan itu semua, kita masih menghadapi berbagai masalah nasional yang
kompleks, yang tidak kunjung selesai. Misalnya aspek politik, di mana
masalahnya mencakup kerancuan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan,
kelembagaan Negara yang tidak efektif, sistem kepartaian yang tidak mendukung,
dan berkembangnya pragmatism politik. Lalu aspek ekonomi, masalahnya meliputi
paradigm ekonomi yang tidak konsisten, struktur ekonomi dualistis, kebijakan
fiskal yang belum mandiri, sistem keuangan dan perbankan yang tidak memihak,
dan kebijakan perdagangan dan industri yang liberal. Dan aspek sosial budaya,
masalah yang terjadi saat ini adalah memudarnya rasa dan ikatan kebangsaan,
disorientasi nilai keagamaan, memudarnya kohesi dan integrasi sosial, dan
melemahnya mentalitas positif (PP Muhammadiyah, 2009: 10-22).
Dari
sejumlah fakta positif atas modal besar yang dimiliki bangsa Indonesia, jumlah
penduduk yang besar menjadi modal yang paling penting karena kemajuan dan
kemunduran suatu bangsa sangat bergantung pada faktor manusianya (SDM).
Masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya juga dapat diselesaikan
dengan SDM. Namun untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan menghadapi
berbagai persaingan peradaban yang tinggi untuk menjadi Indonesia yang lebih
maju diperlukan revitalisasi dan penguatan karakter SDM yang kuat. Salah satu
aspek yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan karakter SDM yang kuat adalah
melalui pendidikan.
Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses
pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi
manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak
mulia baik dilihat dari aspek jasmani maupun ruhani. Manusia yang berakhlak mulia, yang memiliki moralitas
tinggi sangat dituntut untuk dibentuk atau dibangun. Bangsa Indonesia tidak
hanya sekedar memancarkan kemilau pentingnya pendidikan, melainkan bagaimana
bangsa Indonesia mampu merealisasikan konsep pendidikan dengan cara pembinaan,
pelatihan dan pemberdayaan SDM Indonesia secara berkelanjutan dan merata. Ini
sejalan dengan Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah“… agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Melihat
kondisi sekarang dan akan datang, ketersediaan SDM yang berkarakter merupakan
kebutuhan yang amat vital. Ini dilakukan untuk mempersiapkan tantangan global
dan daya saing bangsa. Memang tidak mudah untuk menghasilkan SDM yang tertuang
dalam UU tersebut. Persoalannya adalah hingga saat ini SDM Indonesia masih
belum mencerminkan cita-cita pendidikan yang diharapkan. Misalnya untuk
kasus-kasus aktual, masih banyak ditemukan siswa yang menyontek di kala sedang
menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antar sesama siswa, melakukan
pergaulan bebas, terlibat narkoba, dan lain-lain. Di sisi lain, ditemukan guru,
pendidik yang senantiasa memberikan contoh-contoh baik ke siswanya, juga tidak
kalah mentalnya. Misalnya guru tidak jarang melakukan kecurangan-kecurangan
dalam sertifikasi dan dalam ujian nasional (UN). Kondisi ini terus terang
sangat memilukan dan mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia yang telah merdeka
sejak tahun 1945. Memang masalah ini tidak dapat digeneralisir, namun
setidaknya ini fakta yang tidak boleh diabaikan karena kita tidak menginginkan
anak bangsa kita kelak menjadi manusia yang tidak bermoral sebagaimana saat ini
sering kita melihat tayangan TV yang mempertontonkan berita-berita seperti
pencurian, perampokan, pemerkosaan, korupsi, dan penculikan, yang dilakukan
tidak hanya oleh orang-orang dewasa, tapi juga oleh anak-anak usia belasan.
Mencermati
hal ini, saya mencoba memberikan beberapa gagasan untuk penguatan mutu karakter
SDM sehingga mampu membentuk pribadi yang kuat dan tangguh. Pembahasan ini akan
mengacu pada peran pendidikan, terutama pendidik sebagai kunci keberhasilan
implementasi pendidikan karakter di sekolah dan lingkungan baik keluarga maupun
masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
Mengacu
pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah deskripsi pendidikan?
2.
Bagaimanakah ciri karakter SDM?
3.
Apakah pendidikan karakter itu?
4.
Bagaimanakah cara mengimplementasikan
pendidikan karakter?
5.
Bagaimana peran pendidik dalam membentuk
karakter SDM?
C.
Tujuan
Penulisan
Pembuatan karya ilmiah dimaksudkan dan bertujuan
untuk:
1.
Mengetahui deskripsi pendidikan;
2.
Mengetahui ciri karakter SDM;
3.
Mengetahui arti pendidikan karakter;
4.
Mengetahui cara mengimplementasikan
pendidikan karakter;
5.
Mengetahui peran pendidik dalam
membentuk karakter SDM.
D.
Manfaat
Hasil
karya ilmiah ini nantinya diharapkan akan memberikan manfaat teoritis maupun
praktis.
1. Manfaat
Teoritis
a. Secara
umum
Hasil karya ilmiah ini diharapkan secara
teoritis mampu memberikan andil kepada pembelajaran yaitu khususnya tentang
peran pendidikan.
b. Secara
khusus
Karya ilmiah ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi kepada strategi pembelajaran di universitas maupun
perguruan tinggi serta mampu mengoptimalkan penggunaan pendidikan secara
maksimal sesuai dengan yang diamanatkan oleh pancasila.
c. Sebagai
suatu karya ilmiah
Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai peran
pendidikan sebagai modal utama membangun karakter bangsa dan motivasi belajar
mahasiswa terhadap prestasi belajar mahasiswa khususnya mata kuliah analisis
kesalahan berbahasa.
2. Manfaat
Praktis
a.
Bagi mahasiswa
Memberikan
deskripsi tentang peran dunia pendidikan sebagai modal utama membangun karakter
bangsa yang dilakukan dalam pembuatan karya ilmiah, sehingga memudahkan dalam
mempraktekkannya langsung di lapangan.
b.
Bagi dosen
Memberikan
literatur/reverensi terhadap mata kuliah sebelumnya sebagai aspek dalam
menunjang proses perkuliahan dan sebagai revisi terhadap adanya kekeliruan
dalam penulisannya.
c.
Bagi penulis
Menambah
informasi dan pengetahuan tentang peran dunia pendidikan yang nantinya mampu
dijadikan sebagai bekal, pedoman dan pijakan dalam membuat penelitian baik
secara terstruktural maupun secara konvensional.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Deskripsi
Pendidikan
Pendidikan
merupakan hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Pendidikan itu tidak
selalu berasal dari pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi.
Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk
kepribadian, terutama anak atau peserta didik. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun
2003 kita dapat melihat ketiga perbedaan model lembaga pendidikan tersebut.
Dikatakan bahwa Pendidikan formal
adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara
pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan. Kegiatan
pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk
kegiatan belajar secara mandiri.
Memperhatikan ketiga jenis
pendidikan di atas, ada kecenderungan bahwa pendidikan formal, pendidikan
informal dan pendidikan non formal yang selama ini berjalan terpisah satu
dengan yang lainnya. Mereka tidak saling mendukung untuk peningkatan
pembentukan kepribadian peserta didik. Setiap lembaga pendidikan tersebut
berjalan masing-masing sehingga yang terjadi sekarang adalah pembentukan
pribadi peserta didik menjadi parsial, misalnya anak bersikap baik di rumah,
namun ketika keluar rumah atau berada di sekolah ia melakukan perkelahian
antarpelajar, memiliki ’ketertarikan’ bergaul dengan WTS atau melakukan
perampokan. Sikap-sikap seperti ini merupakan bagian dari penyimpangan
moralitas dan prilaku sosial pelajar (Suyanto dan Hisyam, 2000: 194).
Oleh karena itu, ke depan dalam
rangka membangun dan melakukan penguatan peserta didik perlu menyinergiskan
ketiga komponen lembaga pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya
adalah pendidik dan orangtua berkumpul bersama mencoba memahami gejala-gejala
anak pada fase negatif, yang meliputi keinginan untuk menyendiri, kurang
kemauan untuk bekerja, mengalami kejenuhan, ada rasa kegelisahan, ada
pertentangan sosial, ada kepekaan emosional, kurang percaya diri, mulai timbul
minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu yang berlebihan, dan kesukaan
berkhayal (Mappiare dalam Suyanto dan Hisyam, 2000: 186-87). Dengan mempelajari
gejala-gejala negatif yang dimiliki anak remaja pada umumnya, orangtua dan
pendidik akan dapat menyadari dan melakukan upaya perbaikan perlakuan sikap
terhadap anak dalam proses pendidikan formal, non formal dan informal.
B.
Ciri
Karakter SDM
SDM
merupakan aset paling penting untuk membangun bangsa yang lebih baik dan maju.
Namun untuk mencapai itu, SDM yang kita miliki harus berkarakter. SDM yang
berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang berbeda dengan orang lain
seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran,
kekuatan dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat unik lainnya yang melekat
dalam dirinya.
Secara
lebih rinci, saya kutip beberapa konsep tentang manusia Indonesia yang
berkarakter dan senantiasa melekat dengan kepribadian bangsa. Ciri-ciri
karakter SDM yang kuat meliputi
1.
Religious,
yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian yang taat beribadah, jujur,
terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran;
2.
Moderat,
yaitu memiliki sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian
yang tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani serta
mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan;
3.
Cerdas,
yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka,
dan berpikiran maju; dan
4.
Mandiri,
yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat,
menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan
yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan
hubungan antarperadaban bangsa-bangsa (PP Muhammadiyah, 2009: 43-44).
C.
Pendidikan
Karakter
Berbicara
pembentukan kepribadian tidak lepas dengan bagaimana kita membentuk karakter
SDM. Pembentukan karakter SDM menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk
mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang dapat menghadapi tantangan
regional dan global (Muchlas dalam Sairin, 2001: 211). Tantangan regional dan
global yang dimaksud adalah bagaimana generasi muda kita tidak sekedar memiliki
kemampuan kognitif saja, tapi aspek afektif dan moralitas juga tersentuh. Untuk
itu, pendidikan karakter diperlukan untuk mencapai manusia yang memiliki
integritas nilai-nilai moral sehingga anak menjadi hormat sesama, jujur dan
peduli dengan lingkungan.
Lickona
(1992) menjelaskan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya:
1.
Banyaknya generasi muda
saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral;
2.
Memberikan nilai-nilai moral
pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama;
3.
Peran sekolah sebagai
pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak memperoleh
sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan;
4.
masih adanya nilai-nilai
moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa
hormat, dan tanggungjawab;
5.
Demokrasi memiliki kebutuhan
khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk
dan oleh masyarakat;
6.
Tidak ada sesuatu sebagai
pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah
mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain;
7.
Komitmen pada pendidikan
karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik;
8.
Pendidikan karakter yang
efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada
performansi akademik yang meningkat.
Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat
perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan di masa depan
yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan kepedulian anak
terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab, rendahnya
kepercayaan diri, dan lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang
dimaksud dengan pendidikan karakter, Lickona dalam Elkind dan Sweet (2004)
menggagas pandangan bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk
membantu orang untuk memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/
moral. Pendidikan karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat yang
membantu orang hidup dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman,
tetangga, masyarakat, dan bangsa.
Pandangan
ini mengilustrasikan bahwa proses pendidikan yang ada di pendidikan formal, non
formal dan informal harus mengajarkan peserta didik atau anak untuk saling
peduli dan membantu dengan penuh keakraban tanpa diskriminasi karena didasarkan
dengan nilai-nilai moral dan persahabatan. Di sini nampak bahwa peran pendidik
dan tokoh panutan sangat membantu membentuk karakter peserta didik atau anak.
D.
Implementasi
Pendidikan Karakter
Upaya
untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah melalui Pendekatan
Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke dalam setiap aspek
kehidupan sekolah. Berikut ini ciri-ciri pendekatan holistik (Elkind dan Sweet,
2005).
1.
Segala
sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan antara siswa, guru,
dan masyarakat;
2.
Sekolah
merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di mana ada ikatan yang jelas
yang menghubungkan siswa, guru, dan sekolah;
3.
Pembelajaran
emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik;
4.
Kerjasama
dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama dibandingkan
persaingan;
5.
Nilai-nilai
seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran
sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas;
6.
Siswa-siswa
diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan prilaku moralnya melalui
kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan;
7.
Disiplin
dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan
hadiah dan hukuman;
8.
Model
pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan beralih ke kelas
demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan
memecahkan masalah.
Sementara
itu peran lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter mencakup:
1.
Mengumpulkan
guru, orangtua dan siswa bersama-sama mengidentifikasi dan mendefinisikan
unsur-unsur karakter yang mereka ingin tekankan;
2.
Memberikan
pelatihan bagi guru tentang bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter ke
dalam kehidupan dan budaya sekolah;
3.
Menjalin
kerjasama dengan orangtua dan masyarakat agar siswa dapat mendengar bahwa
prilaku karakter itu penting untuk keberhasilan di sekolah dan di kehidupannya;
4.
Memberikan
kesempatan kepada kepala sekolah, guru, orangtua dan masyarakat untuk menjadi
model prilaku sosial dan moral (US
Department of Education).
Mengacu
pada konsep pendekatan holistik dan dilanjutkan dengan upaya yang dilakukan
lembaga pendidikan, kita perlu meyakini bahwa proses pendidikan karakter
tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan (continually) sehingga nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam
pribadi anak tidak hanya sampai pada tingkatan pendidikan tertentu atau hanya
muncul di lingkungan keluarga atau masyarakat saja. Selain itu praktik-praktik
moral yang dibawa anak tidak terkesan bersifat formalitas, namun benar-benar
tertanam dalam jiwa anak.
E.
Peran
Pendidik dalam Membentuk Karakter SDM
Pendidik
itu bisa guru, orangtua atau siapa saja, yang penting ia memiliki kepentingan
untuk membentuk pribadi peserta didik atau anak. Peran pendidik pada intinya
adalah sebagai masyarakat yang belajar dan bermoral. Lickona, Schaps, dan Lewis
(2007) serta Azra (2006) menguraikan beberapa pemikiran tentang peran pendidik,
di antaranya:
1.
Pendidik
perlu terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi, dan mengambil inisiatif
sebagai upaya membangun pendidikan karakter;
2.
Pendidik
bertanggungjawab untuk menjadi model yang memiliki nilai-nilai moral dan
memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi siswa-siswanya. Artinya pendidik di
lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang hidup bagi
setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan
dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut;
3.
Pendidik
perlu memberikan pemahaman bahwa karakter siswa tumbuh melalui kerjasama dan
berpartisipasi dalam mengambil keputusan;
4.
Pendidik
perlu melakukan refleksi atas masalah moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin
untuk memastikan bahwa siswa-siswanya mengalami perkembangan karakter;
5.
Pendidik
perlu menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus
menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.
Hal-hal lain yang pendidik dapat
lakukan dalam implementasi pendidikan karakter (Djalil dan Megawangi, 2006)
adalah: (1) pendidik perlu menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan
partisipatif aktif siswa, (2) pendidik perlu menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif, (3) pendidik perlu memberikan pendidikan karakter secara
eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and
acting the good, dan (4) pendidik perlu memperhatikan keunikan siswa
masing-masing dalam menggunakan metode pembelajaran, yaitu menerapkan kurikulum
yang melibatkan 9 aspek kecerdasan manusia. Agustian (2007) menambahkan bahwa
pendidik perlu melatih dan membentuk karakter anak melalui
pengulangan-pengulangan sehingga terjadi internalisasi karakter, misalnya
mengajak siswanya melakukan shalat secara konsisten.
Berdasarkan penjelasan di atas, saya
mencoba mengkategorikan peran pendidik di setiap jenis lembaga pendidikan dalam
membentuk karakter siswa. Dalam pendidikan formal dan non formal, pendidik
1.
Harus
terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan siswa
dalam mendiskusikan materi pembelajaran;
2.
Harus
menjadi contoh tauladan kepada siswanya dalam berprilaku dan bercakap;
3.
Harus
mampu mendorong siswa aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode
pembelajaran yang variatif;
4.
Harus
mampu mendorong dan membuat perubahan sehingga kepribadian, kemampuan dan
keinginan guru dapat menciptakan hubungan yang saling menghormati dan bersahabat
dengan siswanya;
5.
Harus
mampu membantu dan mengembangkan emosi dan kepekaan sosial siswa agar siswa
menjadi lebih bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan dan
belajar soft skills yang berguna bagi
kehidupan siswa;
6.
Harus
menunjukkan rasa kecintaan kepada siswa sehingga guru dalam membimbing siswa
yang sulit tidak mudah putus asa.
Sementara dalam pendidikan informal
seperti keluarga dan lingkungan, pendidik atau orangtua/tokoh masyarakat
1.
Harus
menunjukkan nilai-nilai moralitas bagi anak-anaknya;
2.
Harus
memiliki kedekatan emosional kepada anak dengan menunjukkan rasa kasih saying;
3.
Harus
memberikan lingkungan atau suasana yang kondusif bagi pengembangan karakter
anak;
4.
Perlu
mengajak anak-anaknya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, misalnya
dengan beribadah secara rutin.
Berangkat dengan upaya-upaya yang
pendidik lakukan sebagaimana disebut di atas, diharapkan akan tumbuh dan
berkembang karakter kepribadian yang memiliki kemampuan unggul di antaranya:
1.
karakter
mandiri dan unggul;
2.
Komitmen
pada kemandirian dan kebebasan;
3.
Konflik
bukan potensi laten, melainkan situasi monumental dan lokal,
4.
Signifikansi
Bhinneka Tunggal Ika;
5.
Mencegah
agar stratifikasi sosial identik dengan perbedaan etnik dan agama (Jalal dan
Supriadi, 2001: 49-50).
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Sebagai penutup, saya simpulkan
bahwa pembentukan karakter SDM yang kuat sangat diperlukan untuk menghadapi
tantangan global yang lebih berat. Karakter SDM dalam dibentuk melalui proses
pendidikan formal, non formal, dan informal yang ketiganya harus bersinergis.
Untuk menyinergiskan, peran pendidik dalam pendidikan karakter menjadi sangat
vital sehingga anak didik atau SDM Indonesia menjadi manusia yang religius,
moderat, cerdas, dan mandiri sesuai dengan cita-cita dan tujuan pendidikan
nasional serta watak bangsa Indonesia.
B.
Saran
1.
Sebagai
tenaga pendidik kita harus mampu mengoptimalkan pendidikan yang sesuai dengan amanat dan nilai pancasila;
2.
Tolak
ukur kesuksesan suatu bangsa adalah dari peran tenaga pendidik yang bekerja
sama dengan lingkup pendidikan secara baik dan benar oleh karena itu tenaga
pendidik harus lebih mendalami tentang peran dalam pendidikan;
3.
Watak
atau karakter bangsa dibentuk oleh tenaga pendidik, jadi sebagai tenaga
pendidik kita harus berhati-hati dalam sebagala hal, baik secara tuturan, sikap
dan tulisan harus mencerminkan pendidik yang berjiwa pancasila dan mengamalkan
nilai pancasila itu sendiri.
DAFTAR ISI
Agustian,
Ary Ginanjar. Membangun Sumber Daya
Manusia dengan Kesinergisan antara Kecerdasan Spiritual, Emosional, dan
Intelektual. Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Kehormatan Doctor Honoris
Causa di Bidang Pendidikan Karakter, UNY 2007.
Azra,
Azyumardi. Agama, Budaya, dan Pendidikan
Karakter Bangsa. 2006
Djalil,
Sofyan A. dan Megawangi, Ratna. Peningkatan
Mutu Pendidikan di Aceh melalui Implementasi Model Pendidikan Holistik Berbasis
Karakter. Makalah Orasi Ilmiah pada Rapat Senat Terbuka dalam Rangka Dies
Natalis ke 45 Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 2 September 2006.
Elkind,
David H. dan Sweet,
Freddy.
How to Do Character Education.
Artikel yang diterbitkan pada bulan September/Oktober 2004.
Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 2001.
Lickona, Thomas, Educating
for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New
York: Bantam Books, 1992.
Lickona,
Tom; Schaps, Eric, dan Lewis, Catherine. Eleven
Principles of Effective Character Education. Character Education
Partnership, 2007.
Pimpinan
Pusat Muhammadiyah. Revitalisasi Visi dan
Karakter Bangsa. Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2009.
Sairin,
Weinata. Pendidikan yang Mendidik.
Jakarta: Yudhistira, 2001
Suyanto dan Hisyam, Djihad. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium
III: Refleksi dan Reformasi. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000.
Suyatno; Sumedi, Pudjo, dan Riadi,
Sugeng (Editor). Pengembangan
Profesionalisme Guru: 70 Tahun Abdul Malik Fadjar. Jakarta: UHAMKA Press,
2009.
U.
S. Department of Education. Office of
Safe and Drug-Free Schools. 400 Maryland Avenue, S.W. Washington, DC.
0 comments:
Post a Comment