Kuliah
sambil kerja itu, Sesuatu!
Oleh:
Cahyo Hasanudin
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia
IKIP PGRI Bojonegoro
Ada tiga
pilihan setelah adik-adik lulus dari bangku SLTA, pilihan pertama meraka bisa
duduk di bangku kuliah, pilihan kedua mereka harus berdikari mencari sesuap
nasi, atau pilihan yang ketiga adalah mengambil pilihan pertama dan kedua
secara bersama-sama. Prolog inilah selanjutnya mengantarkan kita untuk memaknai
konteks “Kuliah sambil kerja” atau “kerja sambil kuliah”. Kita tidak perlu
membahas bahwa konteks tersebut tergolong bentuk frasa DM atau MD yang jelas
jika dimakna secara tersurat konteks tersebut jelas berbeda.
Mengambil
konteks “Kuliah sambil Kerja” kata “Kuliah” lah sebagai titik tumpu pekerjaan
atau prioritasnya, sedang kata “kerja” sebagai titik sambinya. Hal ini dapat
ditarik sebuah simpulan bahwa ada seseorang yang sedang kuliah namun dia sambil
bekerja. Kondisi seperti ini tidak jarang ditemukan di sekeliling kita. Banyak
sekali mahasiswa yang mampu kuliah sambil bekerja, sebut saja Asnawi salah satu
alumnus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang baru-baru ini menjadi
viral di media masa dan sempat diliput oleh Televisi swasta berkat kuliah
sambil bekerja (yaitu sebagai penjual gorengan). Mungkin masih banyak lagi
kisah seperti ini di negeri ini.
Menjadi seorang
mahasiswa dengan label sebagai ‘pekerja’ atau karyawan sudah tidak asing di
negeri ini, baik di kota besar maupun di kota kecil, kedaan seperti ini sering
kita jumpai di kanan kiri kita. Hal ini penanda bahwa motivasi generasi muda
untuk mendapatkan pendidikan tinggi patut diacungi jempol. Motivasi inilah
penggerak cita-cita menjadi seseorang yang terpelajar di negeri sendiri.
Mengapa saya
katakan kuliah sambil kerja itu bagian dari “sesuatu”? “sesuatu” di sini dapat
dimaknai dengan berbagai hal.
Pertama¸ seseorang yang sudah bertekad
ingin kuliah sambil bekerja berarti dia sudah siap dengan manajemen waktu yang
bagus, dia harus mampu membagi waktu dengan baik agar kedua pekerjaan tersebut
tidak ada yang dikorbankan. Hal ini juga akan berimbas ketika mereka menjadi
seorang sarjana, mereka akan terbiasa dengan hidup yang tidak pernah menyia-nyiakan
waktu. Hidup selalu berkoridor waktu dan taat pada waktu.
Kedua, kuliah sambil kerja banyak terjadi
pada mahasiswa yang memiliki perekomian cukup, namun hal ini juga tidak menutup
kemungkinan bagi mahasiswa yang memiliki perekomian lebih dari cukup. Kondisi
inilah yang mengantarkan mahasiswa untuk memiliki tekad yang kuat untuk meraih
cita-citanya. Mahasiswa yang memilih pilihan kuliah sambil bekerja sudah
memiliki komitmen bahwa di mana ada kemauan di situ ada jalan. Di sinilah jalan
untuk meraih cita-cita akan terwujud bagi seseorang yang tekun dan
memperjuangankan cita-citanya karena ada Allah yang selalu mengabulkan doa
hamba-hambanya yang mau berjuang.
Ketiga, mahasiswa dengan memiliki
aktivitas ganda akan menelorkan pengalaman yang tidak dimiliki oleh mahasiswa
yang murni sebagai mahasiswa. Mahasiswa akan menjadi sarjana muda, menjadi
bagian dari masyarakat terlebih sebagai kamus berjalannya masyarakat, kaum
cendekian yang berintelektual tinggi sudah barang tentu harus memiliki
pengalaman hidup yang banyak. Pengalaman dalam dunia kerjanya akan mengantarkan
mahasiswa membuka cakrawala pikirnya dalam hidup bermasyarakat, bagaimana
menumbuhkan sikap empati dan saling menghargai akan tertanam dengan sendirinya
seiring berjalannya pendewasaan diri mahasiswa tersebut. Kondisi-kondisi seperti
inilah yang tidak ditemukan dalam bangku perkuliahan.
Mungkin masih
banyak “sesuatu” di luar sana, namun ketiga “sesuatu” yang saya tulis ini, saya
rasa sudah mewakili pendidikan karakter yang digadang-gadang oleh kemendiknas
semenjak tahun 2010. Terakhir yang ingin saya sampaikan jika ingin “kuliah
sambil kerja”, sebagai mahasiswa juga harus selektif dalam memilih pekerjaan,
pilihlah pekerjaan yang mampu menunjang keilmuaan yang sedang ditekuni,
misalnya, jika Anda kuliah di pendidikan, maka seyogyanya pilihlah pekerjaan
sebagai tentor/tenaga pengajar di lembaga bimbingan belajar agar keilmuan yang
dimiliki senada dengan pengalaman yang digeluti. Akhir kata, tidak akan pernah
memanen padi seorang petani jika dia tidak bergulat dengan lumpur, begitu pula
dengan seorang mahasiswa, tidak akan pernah bergelar sarjana jika tidak
menghasilkan sebuah karya.
0 comments:
Post a Comment