Friday, 4 October 2013

struktur wacana yang memiliki-dimiliki (possessor-posssessed) dan ragam wacana langsung dan tak langsung


A.    Struktur Wacana
1.      Yang memiliki dan yang dimiliki (possessor-possessed)
Pola ini berfokus pada sesuatu yang bersifat yang memiliki dan yang dimiliki. Dengan bahasa lain pikiran utamanya berupa hal-hal yang memiliki. Selanjutnya, diikuti dengan pikiran penjelas yang berupa hal-hal yang dimiliki oleh sesuatu yang telah disampaikan dalam pikiran utama (Gusti, 2011: 1).

Contoh:
Dalam waktu dekat ini program yang akan dilaksanakan setelah terpilih menjadi ketua HIPMI, yaitu pembentukan program HIPMI Center. Program ini sebagai wadah untuk memfasilitasi pembentukan jaringan pasar serta permodalan. (Kompas, edisi Jumat, 16 April 2010)

Paragraf di atas merupakan paragraf yang berpola memiliki-dimiliki. Pola memiliki dalam paragraf ditandai dengan kalimat program yang akan dilaksanakan setelah terpilih menjadi ketua HIPMI, yaitu pembentukan program HIPMI Center. lalu  diikuti oleh pola dimiliki yakni Program ini sebagai wadah untuk memfasilitasi pembentukan jaringan pasar serta permodalan.(Wangsaditjaya, 2012: 1)


B.     Ragam Wacana
1.      Cara pengungkapannya
a)      Kalimat langsung
Kalimat langusng merupakan kalimat yang langsung diucapkann oleh si pembicara. Kalimat langsung adalah kalimat, entah berupa kalimat deklaratif, entah kalimat  imperatif yang dapat berfungsi sebagai sebjek, perdikat, atau objek dan secara cermat menirukan apa yang dianjurkan orang. (Kridalaksana, dalam Putrayasa, 2009: 113).
Wacana langsung atau direct discourse adalah kutipan yang sebenarnya dibatasi oleh oleh intonasi atau fungtuasi (Kridalaksana, 1993:231).
Suparman (1985: 23) mengatakan bahwa kalimat langsung adalah kalimat yang benar-benar sesuai dengan yang diucapkan oleh si pembicara atau si pengarang.
Dari pendapat para pakar di atas dapatlah disintesisikan bahwa Wacana langsung berhubungan dengan istilah kalimat langsung, yakni kalimat yang diungkapkan secara langsung dalam bentuk lisan atau tertulis dari pembicara atau penulis.

Contoh:
Darwin berkata, “Peristiwa itu terjadi baru saja”.
Siswa itu bertanya, “Kapan nilai kami dibagikan?”
Komandan memerintahkan, “Segera buatkan laporan itu!”
Tanya paramita, “Apakah gurunya galak?”
Penjahat itu membentak, “Jangan mendekat!” (Putrayasa, 2009: 113)

b)     Kalimat tidak langsung
Purayasa (2009: 114) mengatakan bahwa kalimat tak langsung adalah kalimat yang sudah mengalamai perubahan pengucapan dari pembicara aslinya.
Wacana tidak langsung atau indirect discourse adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan menggunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa dan sebagainya (Kridalaksana, 1993: 231).
Hal ini sejalan dengan pendapat Kridalaksana dalam Putrayasa (2009: 115) mengatakan bahwa kalimat tak langusng adalah kalimat deklaratif atau kalimat interogatif yang dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, atau objek yang melaporkan apa yang diujarkan orang.
Dari pendapat berbagai pakar di atas dapatlah disintesiskan bahwa kalimat tidak langusng adalah kalimat yang mengalami perubahan tuturan pengucapan dari penutur kepada penutur lainnya untuk disampiakan kepada mitra tuturnya.

Contoh:
Mereka mengatakan bahwa persediaan beras sudah habis.
Murid-murid bertanya, ke mana mereka pergi setelah tamat?.
Kami tidak tahu mengapa kami dilarang masuk.
Pengemarnya menanyakan tentang ketidakhadirannya.
Ibu menyarankan agar kami rajin-rajin belajar. (Putrayasa, 2009: 115).

2.      Cara pembeberannya
a)      Kalimat pembeberan
Wacana pembebran atau expository discourse adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis (Kridalaksana, 1993:231). Wacana pembeberan dapat disamakan dengan bentuk tulisan eksposisi, yakni tulisan atau karangan yang membeberkan pokok permasalahan agar pendengar atau pembaca luas pengetahuannya.
Kalimat pembeberan adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pada pokok pembicaraan dan bagian-bagian diikat secara logis.(Kridalaksana, 1984 : 208).

Contoh:
 “Ibu Nursalamah itu memang dosen yang perlu diteladani,  Hingga pertemuan ke-5 beliau tidak pernah absen sama sekali,  Masuk kelaspun sangat tepat waktu, dengan penampilan yang  Sederhana dan alakadarnya, ia mampu menyihir perhatian 
mahasiswanya, selain itu bahasa yan digunakan sangat  komunikatif sehingga penjelasannya mudah sekali  dipahami. Wajar saja dosen berprestasi seperti beliau mengajar  di kelas berprestasi seperti VI.E ini.” (Aizvyan, 2011: 1).

b)     Kalimat penuturan
Wacana penuturan atau narratif discourse adalah wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi (Kridalaksana, 1993:231).
Wacana penuturan merupakan wacana yang mementingkan urutan peristiwa dalam waktu dan ruang. Wacana ini biasa disebut juga dengan karangan atau tulisan narasi yaitu karangan yang menceritakan suatu peristiwa secara kronologis atau berurutan dalm ruang dan waktu (Asdin, 2009: 1).
Contoh:
“ Pada pukul 05.00 WIB, Widya bangun tidur. Dengan  meninggalkan sholat subuh ia segera smsan dengan pacarnya.  Setelah satu jam sibuk berpacaran melalui sms, iapun segera  mandi dan sarapan. Pukul 06.30 WIB ia siap bermake up, setelah  usai bermake up ia berangkat ke kampus, ia sampai kampus pukul  07.30WIB. Sesampainya di kampus ternyata tak ada satu orangpun  yang kuliah. Ternyata hari itu merupakan tangal merah, akhirnya  Widya pun pergi ke rumah pacarnya untuk berpacaran.”  (Aizvyan, 2011: 1).


Daftar Rujukan
Asadin. 2009. Wacana dan Buku Teks, (Online)( http://asdin-jembar-cianjur.blogspot.com/2009/01/wacana-dan-buku-teks.html) diakses 2 Oktober 2013.

Azizvyan. 2011. Resume Jenis-jenis Wacana pada mata, (online) (http://azizvyan.blogspot.com/2011/06/resume-jenis-jenis-wacana-pada-mata.html) diakses 2 Oktober 2013.

Gusti. 2011. Pola Pengembangan Wacana, (online)( http://gustipakoelangit.blogspot.com/2011/04/pola-pengembangan-wacana.html) diakses 02 Oktober 2013.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

-------------------------------. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Putrayasa, Ida Bagus. 2009. Jenis Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.

Supraman, H. 1985. Sintaksis I. Singaraja: FKIP Unud.

Wangsaditjaya. 2012. Pola Susunan Wacana, (Online) (http://dinnwangsadidjaya.blogspot.com/2012/02/pola-susunan-wacana.html) diakses 2 Oktober 2013.

0 comments:

Post a Comment