A.
Struktur
Wacana
1.
Yang
memiliki dan yang dimiliki (possessor-possessed)
Pola ini berfokus pada
sesuatu yang bersifat yang memiliki dan yang dimiliki. Dengan bahasa lain
pikiran utamanya berupa hal-hal yang memiliki. Selanjutnya, diikuti dengan
pikiran penjelas yang berupa hal-hal yang dimiliki oleh sesuatu yang telah
disampaikan dalam pikiran utama (Gusti, 2011: 1).
Contoh:
Dalam waktu dekat ini program yang akan dilaksanakan
setelah terpilih menjadi ketua HIPMI, yaitu pembentukan program HIPMI Center.
Program ini sebagai wadah untuk memfasilitasi pembentukan jaringan pasar serta
permodalan. (Kompas, edisi Jumat, 16 April 2010)
Paragraf di atas merupakan paragraf yang berpola
memiliki-dimiliki. Pola memiliki dalam paragraf ditandai dengan kalimat program
yang akan dilaksanakan setelah terpilih menjadi ketua HIPMI, yaitu pembentukan
program HIPMI Center. lalu diikuti oleh pola dimiliki yakni Program
ini sebagai wadah untuk memfasilitasi pembentukan jaringan pasar serta
permodalan.(Wangsaditjaya, 2012:
1)
B.
Ragam
Wacana
1.
Cara
pengungkapannya
a)
Kalimat
langsung
Kalimat langusng merupakan kalimat yang langsung
diucapkann oleh si pembicara. Kalimat langsung adalah kalimat, entah berupa
kalimat deklaratif, entah kalimat
imperatif yang dapat berfungsi sebagai sebjek, perdikat, atau objek dan
secara cermat menirukan apa yang dianjurkan orang. (Kridalaksana, dalam
Putrayasa, 2009: 113).
Wacana langsung atau direct discourse adalah kutipan yang sebenarnya
dibatasi oleh oleh intonasi atau fungtuasi (Kridalaksana, 1993:231).
Suparman (1985: 23) mengatakan bahwa kalimat
langsung adalah kalimat yang benar-benar sesuai dengan yang diucapkan oleh si
pembicara atau si pengarang.
Dari pendapat para pakar di atas dapatlah
disintesisikan bahwa Wacana langsung berhubungan dengan istilah kalimat
langsung, yakni kalimat yang diungkapkan secara langsung dalam bentuk lisan
atau tertulis dari pembicara atau penulis.
Contoh:
Darwin berkata, “Peristiwa itu terjadi
baru saja”.
Siswa itu bertanya, “Kapan nilai kami
dibagikan?”
Komandan memerintahkan, “Segera buatkan
laporan itu!”
Tanya paramita, “Apakah gurunya galak?”
Penjahat itu membentak, “Jangan
mendekat!” (Putrayasa, 2009: 113)
b)
Kalimat
tidak langsung
Purayasa (2009: 114) mengatakan bahwa kalimat tak
langsung adalah kalimat yang sudah mengalamai perubahan pengucapan dari
pembicara aslinya.
Wacana tidak langsung atau indirect discourse adalah pengungkapan kembali wacana
tanpa mengutip secara harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan
menggunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa
subordinatif, kata bahwa dan sebagainya (Kridalaksana, 1993: 231).
Hal ini sejalan dengan pendapat Kridalaksana dalam
Putrayasa (2009: 115) mengatakan bahwa kalimat tak langusng adalah kalimat
deklaratif atau kalimat interogatif yang dapat berfungsi sebagai subjek,
predikat, atau objek yang melaporkan apa yang diujarkan orang.
Dari pendapat berbagai pakar di atas dapatlah disintesiskan
bahwa kalimat tidak langusng adalah kalimat yang mengalami perubahan tuturan
pengucapan dari penutur kepada penutur lainnya untuk disampiakan kepada mitra
tuturnya.
Contoh:
Mereka mengatakan bahwa persediaan beras
sudah habis.
Murid-murid bertanya, ke mana mereka
pergi setelah tamat?.
Kami tidak tahu mengapa kami dilarang
masuk.
Pengemarnya menanyakan tentang
ketidakhadirannya.
Ibu menyarankan agar kami rajin-rajin
belajar. (Putrayasa, 2009: 115).
2.
Cara
pembeberannya
a)
Kalimat
pembeberan
Wacana pembebran atau expository discourse adalah wacana yang tidak mementingkan
waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya
diikat secara logis (Kridalaksana, 1993:231). Wacana pembeberan dapat disamakan
dengan bentuk tulisan eksposisi, yakni tulisan atau karangan yang membeberkan
pokok permasalahan agar pendengar atau pembaca luas pengetahuannya.
Kalimat pembeberan adalah wacana yang tidak mementingkan
waktu dan penutur, berorientasi pada pada pokok pembicaraan dan bagian-bagian diikat
secara logis.(Kridalaksana, 1984 : 208).
Contoh:
“Ibu Nursalamah
itu memang dosen yang perlu diteladani, Hingga
pertemuan ke-5 beliau tidak pernah absen sama sekali, Masuk
kelaspun sangat tepat waktu, dengan penampilan yang Sederhana
dan alakadarnya, ia mampu menyihir perhatian
mahasiswanya, selain itu bahasa yan digunakan sangat komunikatif sehingga penjelasannya mudah sekali dipahami. Wajar saja dosen berprestasi seperti beliau mengajar di kelas berprestasi seperti VI.E ini.” (Aizvyan, 2011: 1).
mahasiswanya, selain itu bahasa yan digunakan sangat komunikatif sehingga penjelasannya mudah sekali dipahami. Wajar saja dosen berprestasi seperti beliau mengajar di kelas berprestasi seperti VI.E ini.” (Aizvyan, 2011: 1).
b)
Kalimat
penuturan
Wacana penuturan atau narratif discourse adalah wacana yang mementingkan urutan
waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu,
berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi
(Kridalaksana, 1993:231).
Wacana penuturan merupakan wacana yang mementingkan
urutan peristiwa dalam waktu dan ruang. Wacana ini biasa disebut juga dengan
karangan atau tulisan narasi yaitu karangan yang menceritakan suatu peristiwa
secara kronologis atau berurutan dalm ruang dan waktu (Asdin, 2009: 1).
Contoh:
“ Pada pukul 05.00 WIB, Widya bangun tidur.
Dengan meninggalkan sholat subuh ia segera smsan dengan pacarnya.
Setelah satu jam sibuk berpacaran melalui sms, iapun segera mandi dan
sarapan. Pukul 06.30 WIB ia siap bermake up, setelah usai bermake up ia
berangkat ke kampus, ia sampai kampus pukul 07.30WIB. Sesampainya di
kampus ternyata tak ada satu orangpun yang kuliah. Ternyata hari itu
merupakan tangal merah, akhirnya Widya pun pergi ke rumah pacarnya untuk
berpacaran.” (Aizvyan, 2011: 1).
Daftar
Rujukan
Asadin.
2009. Wacana dan Buku Teks, (Online)( http://asdin-jembar-cianjur.blogspot.com/2009/01/wacana-dan-buku-teks.html) diakses 2
Oktober 2013.
Azizvyan.
2011. Resume Jenis-jenis Wacana pada mata,
(online) (http://azizvyan.blogspot.com/2011/06/resume-jenis-jenis-wacana-pada-mata.html) diakses 2
Oktober 2013.
Gusti.
2011. Pola Pengembangan Wacana, (online)( http://gustipakoelangit.blogspot.com/2011/04/pola-pengembangan-wacana.html) diakses 02
Oktober 2013.
Kridalaksana,
Harimurti. 1984. Tata Bahasa Deskriptif
Bahasa Indonesia: Sintaksis.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
-------------------------------.
1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Putrayasa,
Ida Bagus. 2009. Jenis Kalimat dalam
Bahasa Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.
Supraman,
H. 1985. Sintaksis I. Singaraja: FKIP Unud.
Wangsaditjaya.
2012. Pola Susunan Wacana, (Online) (http://dinnwangsadidjaya.blogspot.com/2012/02/pola-susunan-wacana.html) diakses 2
Oktober 2013.
0 comments:
Post a Comment